JAKARTA – Untuk menghasilkan capres yang memenuhi harapan rakyat, yaitu yang berkualitas, berintegritas, berkarakter, berkomitmem memperjuangkan kesejahteraan, persatuan dan kesatuan bangsa ini, maka rakyat harus berhenti memilih capres karena pupularitas, dan hanya sering muncul atau disukai media atau media darling. Rakyat di pilpres 2014 harus lebih kritis lagi agar tak terjebak memilih orang yang salah.
“Untuk itu kita apresiasi konvensi capres yang digagas Demokrat dan rakyat harus memperkuat dengan membantu mengkritisi, memberi masukan kepada partai dam masyarakat pemilih, agar menghasilkan capres pilihan rakyat,” tandas pengamat politik Teguh Santoso dalam acara talk show ‘Pilpres 2014 yang perhatian daerah’ bersama anggota DPD RI Emanuel Babu Eha, dan Didied Mahaswara dari The President Center, di Gedung DPD RI Jakarta, Jumat (14/6/2013).
Menurut Teguh selama ini hampir semua capres yang muncul masih memanfaatkan media darling, dengan mengikuti Jokowi yang dinilai sukses dengan media darling tersebut. Tapi, rakyat lupa membaca pikiran, gagasan, program, dan janji-janji capres, termasuk perhatiannya kepada daerah. “Kalau Amerika pada tahun 2022 nanti akan mengirimkan NASA ke yupiter sebagai alternatif kehidupan, lalu capres kita mau melakukan apa di tahun itu?” katanya mempertanyakan.
Sama halnya ketika semua meributkan kenaikan harga BBM, termasuk partai, politisi, dan pengamat, padahal isu yang sama sudah ada sejak puluhan tahun, dan terus diulang-ulang, namun tak ada yang bicara program energi ke depan. “Jadi, popularitas harus diikuti kualitas, dan track record-rekam jejak yang baik, dan rakyat berhenti dengan politik pencitraan. Sebab, Indonesia yang besar ini butuh figur yang punya terobosan baru untuk memajukan bangsa ini,” tambah Teguh.
Emanuel menegaskan jika pihaknya bersama anggota DPD RI sedang memikirkan capres independen, meski untuk 2014 tak mungkin karena masih harus amandemen UUD 1945. Tapi, hal itu akan terus diusahakan untuk mengakomodir aspirasi rakyat daerah. “Kalau independen seleksinya dari bawah, dan bukan dari partai. Saya optimis masih banyak orang terbaik di negeri ini, meski belum memiliki pandangan yang sama tentang figur yang layak untuk negara ini,” tutur anggota DPD RI dari NTT ini.
Bahkan lanjut Emanuel, bisa saja capres independen tersebut dijaring dari daerah, agar benar-benar memikirkan kesejahteraan dan kemajuan daerah. “Mekanisme rekrutmennya tentu akan diatur kemudian,” katanya.
Didied Mahaswara menilai presiden maupun capres yang muncul belakangan ini komitmen daerahnya masih lemah, sehingga tak berdampak positif bagi pembangunan di daerah-daerah di Indonesia. “Lebih memprihatinkan lagi tak punya komitmen terhadap pelaksanaan Pancasila, maka capres yang ada hanya mengutamakan kekuatan modal, media darling, dan meninggalkan kesejahteraan rakyatnya,” tegasnya. (gardo)