JAKARTA – Kementerian Luar Negeri, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, BNP2TKI diharapkan segera melakukan evaluasi menyeluruh atas terjadinya kerusuhan pembakaran kantor Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Jeddah Arab Saudi. Pasalnya, kantor KJRI dibakar para TKI yang nasibnya terkatung-katung lantaran ‘overstay’ akhibat lambanya respon penanganan pemerintah.
“Kemenlu, Kemenakertrans, & BNP2TKI hrs melakukan evaluasi menyeluruh atas terjadinya kerusuhan tersebut,” ujar Anggota Komisi III DPR RI, Indra, di Jakarta, Selasa (11/06/2013).
Ia menegaskan, pemerintah jangan sesekali menuduh atau mengkambing hitamkan provokator, karena kejadian itu lebih disebabkan oleh lambannya dalam merespon masalah TKI tersebut.
“Jangan kambing hitamkan provokator, tapi harus lakukan pembenahan kedalam dan pembenahan pelayanan TKI, karena rasanya tidak mungkin para TKI akan melakukan perusakan atau kerusuhan apabila meraka mendapatkan pelayanan yang baik,”
Selain itu, pemerintah diharapkan tidak memposisikan para TKI sebagai warga negara kelas dua. Karena, menurutnya, mereka sama dengan kita yang ada ditanah air dan bahkan pada mereka disematkan dengan sebutan pahlawan devisa negara.
“Oleh karena itu negara harus memberikan pelayanan yang baik bagi setiap warga negara, dimanapun mereka berada,” katanya.
Hal itu, Kemenakertrans dan BNP2TKI harus menjadikan kejadian itu sebagai persoalan yang sangat serius. Lembaga negara terkait ini, lanjutnya, harus memastikan para TKI mendapatkan pelayanan optimal dalam mengurus berkas imigrasi dan segala sesuatunya yang mereka butuhkan.
Terkait dengan program amnesti dari pemerintah Saudi, Indra menilai, seharusnya KJRI sudah dapat memprediksi kemungkinan membludaknya TKI yang akan membuat surat perjalanan laksana paspor (SPLP).
“Oleh karena itu kejadian yang memprihatikan kemarin tersebut tidak boleh terulang lagi. Untuk itu saya meminta agar KJRI menambah loket pelayanan, menambah SDM/tenaga pelayanan, & menambah jam layanan,”
Hal ini diharapkan, dapat mengurai panjangnya antrean pengurus SPLP yang menghindari batas waktu program amnesti yang diberlakukan Pemerintah Arab Saudi pada 3 Juli 2013.
Atas kejadian peristiwa tersebut, Indra berharap, KBRI memprioritaskan korban jiwa dan yang luka-luka dalam penanganan dan harus mendapat perawatan medis yang memadai. (gardo)