JAKARTA – Pemilu 2014 merupakan ajang persaingan para kandidat yang memiliki modal besar. Sehingga Pemilu 2014 bisa dikatakan Pemilu kapaitalis. Siapa keuangannya kuat maka akan lebih berpeluang menang.
Demikian dikatakan Didi Supriyanto caleg dari Partai Amanat Nasional (PAN) dalam Diskusi Pemilu 2014 oleh Komunitas Jurnalis Peduli Pemilu (KJPP) dengan tema “Membedah Dana Caleg Di Balik Partai Politik” di Media Center Komisi Pemilihan Umum (KPU RI), Jl. Imam Bonjol, Menteng, Jakarta, Jumat (31/5/2013)
“Pemilu 2014 merupakan Pemilu kapitalis, kemungkinan yang menang nantinya adalah caleg yang punya modal besar,” kata caleg Dapil 3 DKI ini.
Menurutnya, penggunaan dana kampanye yang besar itu tidak bisa dipungkiri. Mengingat banyaknya tahapan kampanye yang memerlukan modal seperti sosialisasi, cetak bilboard, baliho, baner, bahkan sampai pemasangan iklan.
“Semuanya itu kan memerlukan dana. Misalnya untuk pemasangan bilboard aja bisa mencapai ratusan juta, belum yang lainya lagi,” katanya.
Seharusnya, kata dia, pemerintah membuat regulasi yang membatasi masalah dana kampanye itu. Sehingga, antara caleg kaya dan caleg miskin bisa bersaing secara sehat dalam segi pendanaan.
“Misalkan pemerintah membatasi dana kampanye satu milyar rupiah untuk setiap caleg. Nah, bila nanti hasil audit dana yang dikeluarkan caleg lebih dari yang dibatasi itu, harus digugurkan atau bahkan di proses ke penegak hukum,” saranya.
Didi melihat, kenyataan yang terjadi sekarang ini, Imej peserta pemilu itu lebih ke partainya, dan bukan caleg perorangan. Sehingga, masalah dana kampanye di atur oleh internal partai masing-masing dan bukan pemerintah.
Konsekuensinya, bila nantinya ada permasalahan yang muncul dalam pemilu, partai yang akan diaudit dan bukan anggota dewanya.
“Persoalan sekarang yang banyak duit ini harus harusnya yang dipenalty, inilah tugas kpu dan bawaslu dan elemen masyarakat harus memantau dan mengawasi masalah dana kampanye ini,” pungkasnya. (gardo)