JAKARTA – Transportasi massal untuk wilayah Jakarta merupakan kebutuhan masyarakat. Hal itu, untuk memudahkan kegiatan masyarakat dalam beraktivitas, tapi masih mendapat kendala dalam proses pelaksanaan di lapangan.
Prof. DR. Tech. Ir. Danang Parikesit, MSC (Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia) mengatakan, bahwa kita sering mengemukakan pertanyaan yang salah. Misalnya Mass Rappid Transport (MRT) sebaiknya berada di bawah tanah dan bagaimana idealnya untuk kota besar, seperti Jakarta. “Ini masalah besar, misalnya di Fatmawati protes. Pemerintah tidak bisa mengkomunikasikan kepada masyarakat,” ujarnya dalam Dialog Jakarta Baru 2 “Menuju Mazhab Jokowi : Membangun Sistem Transportasi Jakarta” di Pusat Dokumen Sastra H.B Jassin, Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (28/5/2013).
Lain halnya, Ir. Dono Boestami, MSc (Direktur Utama PT MRT Jakarta) mengatakan, bahwa kami terbuka roda-roda untuk transportasi yang lain. Hanya saat ini, fokus kami menyelesaikan proyek tersebut. Kami tidak mau pusing studi lagi, karena tugasnya begitu berat.
“Kita bicara bus, itu isu terbesar seperti kapasitas dan frekuensi angkutan. Makanya, ada ketidakadilan ruas jalan. Ini yang kita pikirkan,” katanya.
Pembicara lainnya, Ir. Frans S. Sunito (Direktur PT Jakarta Toll Road Develpment), sependapat harus ada transportasi massal. Namun, jalan tetap untuk kepentingan logistik kota. Kemudian pembangunan jalan tol tidak membebani APBD dan APBN. Terus, jalan arteleri harus di rancan sedemikian rupa, agar tetap digunakan oleh masyarakat.
“Satu-satunya alternatif untuk menambah ke atas (Jalan Bertingkat) untuk mengurangi pelebaran jalan. Kita meminimalisir pembebasan lahan. Kita rencanakan angkutan bus masuk jalan tol. Tapi selama ini, jalan tol belum diizinkan naik-turun bus umum,” pungkasnya.
Ia menambahkan, kedepan dalam membangun transportasi massal. Tentunya melihat aspek lingkungan dan membantu Jakarta mempertahankan air. Kita, sambungnya, bagian dari perencanaan kami untuk menambah angkutan massal di jalan tol.
Selanjutnya, Muhammad Akbar, MSc (Kepala Unit Pengelola TransJakarta Busway) menilai angkutan kota kita masih buruk. Makanya, masyarakat sudah pindah ke sepeda motor. Sebenarnya, angkutan massal sudah menuju kebangkrutan. “Bukan mempertahankan kopaja yang umurnya 30 tahun. Terus pelayanannya buruk, sehingga masyarakat pindah ke transportasi pribadi,” tandasnya. (dj/gardo)