JAKARTA – Persoalan masuknya bank asing dalam revisi Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, pasalnya masih alot.Menurut Ketua Komisi XI DPR RI, Emir Moeis masih ada perbedaan pandangan dari masing-masing fraksi terkait persoalaan kepemilikan asing terhadap bank nasional.
“Persoalaan yang masih krusial itu mengenai kepemilikan bank asing, kemudian mengenai permodalannya, serta status hukumnya mau PT atau apa, itu masih kita bahas,” ujar Emir saat ditemui wartawan di Gedung parlemen, Jakarta, Senin (13/5/2013).
Selain itu, lanjut Emir, dalam rapat internal Komisi XI juga masih mengalami perdebatan terkait bagaimana memasukan asas resiprokal (persamaan perlakuan) kedalam RUU yang merupakan revisi dari UU No 10 Tahun 1998 tersebut.
“Sebagian dari kita menuntut asas resiprokal, nah ini bisa panjang pembahasannya,” terang Emir.
Emir tetap merasa optimis, bahwa pembahasan draft RUU Perbankan tersebut akan dapa selesai sebelum masa sidang IV 2012-2013 ditutup. “Masa sidang ini bisa selesai RUU-nya, nanti setelah di sahkan di Paripurna baru kita bahas bersama Pemerintah,” katanya.
Sementara itu, Deputi Gubernur Bank Indonesia, Halim Alamsyah berpendapat, bahwa konsep di RUU Perbankan masih banyak memiliki kelemahan yang harus disesuaikan dengan gambaran perkembangan industri perbankan ke depan.
Dimana, beberapa aturan di RUU tersebut membatasi operasional bank asing. Padahal menurut Halim, peran bank asing perlu dilihat dan ditakar dalam kontribusi mereka terhadap perekonomian Indonesia.
“Kalau dalam konteks kepemilikan asing, kita perlu melihat secara luas apakah memang sektor perbankan dan keuangan kita membutuhkan peran asing atau tidak, lalu seberapa besar peran yang optimal dan bagaimana bentuk kepemilikan asing tersebut. Hal-hal ini masih bisa didiskusikan dan dikaji dengan objektif,” katanya. (rm/gardo)