JAKARTA – Ketua Pansus RUU Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat), yang juga anggota Komisi V DPR RI FPDIP Yoseph Umar mempertanyakan sikap pemerintah yang sampai saat ini menolak memberikan subsidi sebesar Rp 1 triliun, untuk rumah rakyat miskin. Padahal, dana yang dibutuhkan untuk mengatasi sekitar 15 juta rakyat miskin dan berpenghasilan rendah mencapai Rp 10 triliun. Semua pihak harus mendukung Tapera ini, karena kalau tidak, rakyat miskin tak mungkin memiliki rumah.
“DPR mempertanyakan sikap pemerintah yang menolak subsidi dana untuk perumahan rakyat miskin Rp 1 triliun per tahun, padahal yang dibutuhkan sekitar Rp 10 triliun. Itu pun hanya untuk pembelian tanah, agar 15 juta rakyat miskin itu memiliki rumah,” tandas Yossep Umar dalam diskusi “RUU Tapera Rumah Untuk Rakyat” bersama Presiden Konfederasi SPSI Andi Gani Nua Wea, dan Nur Rahmat Ketua FSPSI-RTMM di Gedung DPR RI Jakarta, Selasa (7/5/2013).
Selama ini kata Yossep, pemerintah sudah menganggarkan Rp 7 triliun per tahun melalui Kemenpera dan ditaruk di beberapa bank seperti BTN, BRI, BNI dan lain-lain. Sementara subsidi dari pemerintah untuk pembelian tanah tersebut, karena harga tanah terus naik. “Membuat rumah itu pertama yang mesti diselesaikan adalah tanah, kemudian menyusul yang lain. Itu wajib agar rakyat memimiliki rumah. Kalau tidak wajib, maka selamanya tak akan ada yang peduli pada perumahan rakyat miskin,” katanya mengingatkan.
Menurut Yossep, berbicara kesejahteraan rakyat tersebut mesti didahuli dengan ketersediaan rumah, sebelum menyinggung masalah pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan lainnya. Sebab, rumah itu kebutuhan dasar manusia. Nantinya, Tapera akan kerjasama dengan asuransi, perbankan, dan berbagai pihak untuk menyukseskan rumah rakyat ini.
“Semua fraksi DPR mendukung Tapera ini, karena secara substantif konstitusi menjamin setiap warga negara wajib memiliki rumah. Untuk itu Tapera akan kerjasama dengan pengusaha besar sebagai amal dan sukarela untuk membantu rakyat miskin. Di mana sebesar 2,5 % akan dibayar dari APBN dan 2,5 % dari perusahaan. Itu untuk PNS dan karyawan BUMN berpenghasilan tetap meski rendah,” tambahnya.
Andi Gani Nua Wea bahkan mengancam akan mengepung istana jika pemerintah menolak RUU Tapera ini menjadi UU. Mengapa? Karena kaum buruh justru sangat mendukung dan menunggu UU ini untuk disahkan dan secepatnya dilaksanakan. “Jadi, Presiden SBY jangan main-main dengan UU Tapera ini, karena jelas untuk rakyat miskin. Untuk itu, RUU ini berikut pelaksanaannya harus diawasi dengan serius,” ungkapnya.
Dana Rp 1 triliun hanya untuk 1.300 rumah/tipe 36. Kalau jumlah rakyat miskin yang belum memiliki rumah sebanyak 15 juta Kepala Keluarga (KK), maka dana yang dibutuhkan tentu mencapai puluhan triliunan rupiah.
Hal yang sama diungkapkan Nur Rahmat, jika kaum buruh dan rakyat berpenghasilan rendah apalagi tidak memiliki rumah pasti mendukung RUU Tapera ini. Hanya saja katanya, “Jangan sampai RUU Tapera ini hanya menjamin perumahan bagi PNS dan karyawan BUMN, tapi juga untuk kaum buruh yang jumlahnya sangat besar. Sebab, RUU Tapera ini sejalan dengan UU No.13/2003 tentang kesejahteraan pekerja/buruh,” ujarnya. (gardo)