JAKARTA – Pimpinan Majelis Amal Sosial Pengurus Besar Aljam`iyatul Washliyah (PB Al Washliyah), mengingatkan pemerintah maupun Pertamina, atas rencana kebijakan penerapan sistem dua harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi, jangan sampai membuat rakyat marah atas kebijakan itu.
“Pemerintah harus mengkaji rencana kebijakan itu dengan baik dan teruji. Jangan sampai menimbulkan gejolak masyarakat menjelang Pemilu 2014 ini,” kata Ketua Majelis Amal Sosial PB Al Washliyah, H.Syamsir Bastian Munthe, di Jakarta, Minggu (28/4/2013).
Menurut Syamsir, penerapan dua harga BBM berupa premium dan solar di Stasiun Pengisian Bahanbakar Umum (SPBU) rawan penyimpangan, apalagi tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Karena itu, perlu pertimbangan fatwa apakah satu jenis dapat dua jual dengan dua harga. “Saya pikir kebijakan ini harus dikaji dengan mendalam. Dan jangan malu-malu melibatkan Ormas Islam untuk membahas ini,” pinta Syamsir.
Kalau perlu dikaji dan diselidiki, apakah penjualan premium subsidi yang sekarang ini juga sudah tepat sasaran. Meski digaungkan kendaraan milik pemerintah, BUMN,BUMD dilarang menggunakan BBM subsidi, tapi kenyataannya pengawasan masih lemah. “Masih ada kendaraan dinas berganti plat sipil. Karena apa? Sebab pemeirntah pun tidak menyiapkan anggaran khusus BBM pertamax. Alias anggaran tidak ada. Hasilnya adalah akal-akalan di lapangan.” jelas Syamsir.
Sementara itu, kbijakan PT Pertamina yang menerapkan sistem dua harga ternyata tidak langsung memberikan manfaat. Terbukti dari salah seorang pemilik Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Jalan Perintis Kemerdekaan Erwan Arbie yang mengakui belum mengetahui sistem teknologi informasi (IT), terkait rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis premium dan solar, meski Pertamina pusat telah menyampaikan sistem sudah in place di SPBU pada 26 April 2013.
“Tidak ada kami alat yang disebutkan bisa mendeteksi jenis mobil dan volume pembelian minyak oleh satu kendaran tertentu. SPBU saya masih berjalan dengan sistem yang lama,” kata Erwan, hari ini seperti yang dikutip pada laman waspada.co.id
Lanjutnya, sistem penerapan dua harga tersebut dirasakan menyulitkan pemilik SPBU. Ditambah lagi pembelian alat tersebut dibebankan kepada pengusaha. SPBU, secara tidak langsung dipaksa menyediakan mobil tangki yang akan dipakai sebagai SPBU mobile pengangkut BBBM untuk industri ke daerah perkebunan atau pertambangan.
Itu menurutnya, cukup membebani pengusaha. Dia melanjutkan, penerapan sistem tersebut tidak akan efektif, karena biasanya masyarakat memiliki cara tersendiri untuk mengakali. Sehingga akan lebih baik bila sekalian naik atau tidak sama sekali. “Naikkan saja semua nya menjadi Rp6.500 per liter.
Senada dengan Erwan, Supervisor SPBU di Jalan Sisingamangaraja, Yudi, juga sependapat. Sampai saat ini, pihaknya belum menerima informasi apapun terkait penerapan sistem tersebut. Sosialisasi apapun terkait penerapan dua harga juga belum diterimanya.
“Kami tidak tahu bagaimana nanti pelaksanaannya (dua harga). Sistem itu juga belum diterima sa pai sekarang,” katanya.
Sementara itu, External Relation Marketing Operation Region I PT Pertamina (Persero) Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) Fitri Erika mengatakan, pihaknya masih menunggu peraturan tersebut.
Jika memang diberlakukan dua harga pihaknya harus melakukan mapping SPBU mana saja yang menjual BBM dengan harga Rp4.500 per liter atau harga lain seperti rencana pemerintah. “Setelah ada informasi yang pasti baru kemudian kami lakukan sosialisasi ke SPBU dan operator untuk mengantisipasi kebijakan baru tersebut,” ujarnya. Dia melanjutkan, apapun keputusannya, Pertamina sebagai operator akan siap melaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan pemerintah. (*/esbeem)