JAKARTA – Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane, menilai lumrah bila mantan Kabareskrim, Komjen (Purn) Susno meminta perlindungan Polda Jabar terkait rencana eksekusi dari Tim Gabungan Kejaksaan.
“Sebab dalam kasus Susno, memang ada kontroversi akibat ketidakjelasan surat putusan yg dikeluarkan Mahkamah Agung (MA). Akibatnya ada beda pendapat antara kubu Susno dan kubu Kejaksaan yg akan melakukan eksekusi,” katanya, Kamis (25/4/2013).
Dalam kondisi polemik yang kian tinggi, sambungnya, polisi memang harus turun tangan sebagai mediator. “Kebetulan TKP (tempat kejadian perkara)- nya di Jabar dan korbannya adalah Susno, purnawirawan Polri,” terangnya.
“Jadi dalam pandangan IPW, penyelesaian kasus ini lewat mediasi kepolisian (Polda Jabar) adalah langkah yang tepat. Polemik hukum akibat tidak jelasnya isi surat MA ini harus diselesaikan dulu,” imbuhnya.
Sebelumnya, kemarin (24/4/2013), pukul 10.20, tim gabungan dari kejaksaan mendatangi rumah mantan Kapolda Jabar, Susno Duadji, kawasan Bukit Dago Resort, Bandung, untuk mengeksekusi terpidana kasus korupsi penanganan perkara PT Salmah Arowana Lestari (SAL) dan kasus dana pengamanan Pilkada Jawa Barat 2008.
Namun, eksekusi tandas lantaran mantan Wakil Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) itu meminta perlindungan Kapolda Jabar.
Diketahui, setidaknya sudah tiga kali Susno dipanggil, tetapi tak memenuhi panggilan eksekusi Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Mantan Kapolda Sumsel ini berkeyakinan, dirinya tidak dapat dieksekusi dengan berbagai alasan, yaitu:
1. Dia menyatakan putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak kasasinya, tidak mencantumkan perintah penahanan 3 tahun 6 bulan penjara. MA hanya memutuskan menolak permohonan kasasi dan membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp 2.500.
2. Susno menilai, putusan Pengadilan Tinggi Jakarta cacat hukum karena salah dalam menuliskan nomor putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Karena itu, dirinya menganggap kasusnya selesai. (gardo)