JAKARTA – Menteri Agama Suryadharma Ali menerima Tasripin dan ketiga adiknya, bocah berusia 12 tahun dari pelosok Banyumas, Jawa Tengah (Jateng), di ruang tamu Menteri Agama, Kantor Kementerian Agama Jalan Lapangan Banteng, Jakarta, Kamis (25/4).
Tasripin yang dalam beberapa hari ramai diberitakan karena telah menjadi kepala keluarga dan menanggung beban saudarnya itu ketika ditinggal orangtuanya, Puspito (41 tahun), yang bekerja di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat (Kalbar). Mengenakan sandal jepit, berbaju batik lusuh, ia bersama ketiga adiknya, diterima di ruang tamu Menteri Agama. Tasripin disambut pertanyaan para wartawan yang ingin mengetahui kesulitan yang dialami ketika ditinggal Puspito, orangtua kandungnya ketika bekerja di Ketapang.
Tasripin (13), dan ketiga adiknya: Dandi (7), Riyanti (6), dan Daryo terlihat malu ketika ditemui Menteri Agama Suryadharma Ali. Daryo, adiknya yang paling kecil lebih banyak menyembunyikan muka ke kursi. Sesekali ia memukul kakaknya, Riyanti dan Dandi.
Ketiga adik Tasripin terlihat gembira, meski sulit diajak berkomunikasi dengan Suryadharma Ali. Suasana pertemuan Menteri Agama dan Tasripin dan ketiga adiknya itu, yang juga didampingi orangtuanya Puspito dan seorang pelajar dari sekolah Pendidikan Layanan Khusus (PLK), Batu Raden Barat, Desa Ketengger, Banyumas, Inda Yatul.
Menteri Agama Suryadharma Ali menanyakan kepada Tasripin tentang cita-citanya ke depan setelah berbagai pihak menaruh perhatian besar terhadap kesulitan yang dialaminya. Tasripin hanya mengatakan ingin menjadi guru, karena bisa memberikan pelajaran kepada orang lain. Tetapi ketika disampaikan oleh Menteri bahwa ia harus sekolah dan tinggal di asrama, Tasripin terlihat binggung.
Ia mengatakan, ingin sekolah tetapi tidak ingin meninggalkan kampung halamannya. Untuk itu, menteri lantas berpesan kepadanya agar mendahulukan sekolah. “Mencari duit belakangan,” kata Menteri Agama.
“Sekolah dulu kalau mau pintar, sekolah dulu jika ingin dapat pekerjaan bagus. Mau punya tustel kaya wartawan harus sekolah dulu,” kata Suryadharma Ali yang disambut riuh suara wartawan.
Mendirikan Madrasah
Di tengah pembicaraan hangat antara Menteri Agama Suryadharma Ali dan Tasripin dengan kedua orangtuanya, Puspito, tiba-tiba Muhammad Adib, dari Ketua Peguyuban Lembaga Masyarakat Desa Hutan Jawa Tengah, memberi penjelasan tentang nasib Tasripin dan anak-anak lainnya yang memiliki nasib serupa. Menteri pun menoleh kea rah Adib dan mendengarkan cerita nasib warga di kawasan desa Tasripin, yaitu Dusun Pesawahan, Desa Gunung Lurah, Kecamatan Cilongok, Banyumas, Jateng.
Menurut Adib, di desa itu ada 97 kepala keluarga (KK) atau 317 jiwa dengan 26 anak tak sekolah. Pihaknya memang sudah berencana akan membangun sekolah di atas lahan seluas 700 meter persegi. Tanah seluas itu 50 persennya adalah wakaf dari warga setempat. Pihaknya agar sekolah tersebut segera dapat direalisasikan, tetapi hingga kini masih banyak menghadapi kendala.
Desa itu memang terpencil. Nasib Tasripin diketahui banyak orang berawal dari pelajar sekolah Pendidikan Layanan Khusus (PLK), Batu Raden Barat, Desa Ketengger, Banyumas, Inda Yatul yang tengah menyusun karya tulis. Yatul menginventarisir data warga miskin, paling miskin dan orang kaya di kawasan itu. Dari hasil laporan karya tulis itulah diketahui Tasripin tengah menghadapi persoalan kesulitan hidup lantaran ditinggal orangtuanya bekerja ke Ketapang. Sedangkan ibunya Sutinah, menurut Pupito, wafat setahun lalu.
Menteri Agama Suryadharma Ali, yang saat itu didampingi Dirjen Pendis Nur Syam, Direktur Pendidikan Madrasah Ace Saefuddin, Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemenag, Zubaedi dan staf khusus menteri, Budi Setiawan, minta kepada Nur syam agar kesulitan yang dialami warga di desa Tasripin tinggal segera diatasi. Khususnya yang menyangkut pendirian sekolah, sementara untuk Tasripin dan adik-adiknya diberikan bantuan jangka pendek. Tak disebutkan berupa apa bantuan yang dimaksud.
Menurut Menteri Agama, pihaknya telah menerjunkan stafnya di Banyumas untuk melihat kondisi desa Tasripin. Ia berencana akan membangun madrasah, tentu areal lahannya harus diperluas sampai 2.000 meter persegi, dengan 12 lokal untuk madrasah aliyah, tsanawiyah dan ibtidaiyah. Ia berharap madrasah itu bersatus negeri sehingga ke depan dari segi pembiayaan baik untk guru dan perawatan gedung tak mengalami kesulitan. Dengan cara itu, tentu pendidikan di sana bisa berkelanjutan dan bila perlu anaka-anaknya pun diberi bea siswa.
Ia menjelaskan, pada Juni 2013 madrasah di sana sudah mulai dibangun. Sementara pendidikan harus berjalan meski memiliki ruang belajar sederhana. “Kita punya anggaran untuk pendidikan. Karena itu masyarakat setempat pun bisa memberikan dukungan,” pinta Suryadharma Ali.(ant/ess/kemenag.go.id/esbeem)