MEDAN – Sosok yang satu ini tetap energik meski usia senja telah melengkunginya. Terlebih jika bicara tentang Al Washliyah, Drs. H. Yahya Tanjung seakan muda kembali. Semangat dan kecintaan dengan Al Washliyah itulah membuatnya tetap bergairah jika berbincang tentang organisasi kemasyarakatan Islam yang tertua di Sumatera Utara, yang berdiri di Medan, sejak 30 November 1930.
Fisik boleh tua, namun semangat tetap berkobar di dada tokoh Al Washliyah yang kini berusia 74 tahun ini. Berbagai priode telah dilaluinya, era pra kemerdekaan, era Ir. Soekarno (Orde lama), era Soeharto (Orde Baru) dan era reformasi sekarang ini. Tepatlah jika disebut bahwa Drs.H.Yahya Tanjung adalah sosok kader Al Washliyah lintas zaman.
Lebih dari separuh hidup Yahya Tanjung telah dihabisinya dalam organisasi keagamaan Al Washliyah. Militansinya terkadap Al Washliyah pun cukup luar biasa menjadikan dirinya sebagai sosok yang disegani dan dikagumi.
Kini, Yahya Tanjung kecewa dengan pemuda di era milenium ini. Menurutnya, generasi muda sekarang lembek, tak punya daya juang dan pragmatis, sehingga sulit mencari kader Al Washliyah yang militan sebagaimana era dirinya dan kawan-kawan seangkatannya saat di kader.
“Saya pribadi memulai dari Kepanduan Al Washliyah,” kata tokoh Al Washliyah kelahiran Medan, 22 Januari 1939 dengan suara bergetar ketika kabarwashliyah.com menyambanginya di kantor PW. Al Washliyah Sumatera Utara, Jl. Sisingamangaraja, Medan, Sumatera Utara, yang didampingi Sekretaris Pengurus Besar Al Washliyah, Drs. Haris Sambas, Sabtu (20/4/2013).
“Usia memang sudah senja, tapi saya tetap kader Al Washliyah dan tetap berjuang bersama Al Washliyah sekarang,” paparnya. Baginya, tidak ada kata ‘berhenti’ untuk berjuang bagi Al Washliyah sebelum ajal memanggil.
Yahya Tanjung melanjutkan, perbedaan kader dahulu dengan sekarang adalah, tidak fokusnya dalam perkaderan saat ini. Kurangnya aktifitas pengkaderan membuat menurunnya kualitas kader. “Tidak heran, jika sekarang ini militansi kader Al Washliyah cukup mengecewakan. Berbeda dengan masa ketika saya duluh dikeder,” kenanganya.
Miskinnya kader yang militan, kata Yahya Tanjung, Majelis Kader harus melakukan upaya terobosan-terobosan yang luar biasa. “Harus ada strategi baru, agar dapat membangkitkan kembali semangat untuk berorganisasi. Sikap militansi itu diperlukan dalam sebuah organisasi, sehingga dengan sikap semangat itu dapat mengantarkan kejayaan Al Washliyah di masa mendatang,” paparnya.
PENTAS SENI TELAH BINASA
Kini, Lembaga Seni Budaya Al Washliyah (Lesba) sudah tidak pernah terdengar lagi. Padahal kata Yahya Tanjung, Lesba di era tahun 50-an sangat aktif dan berkembang. Bahkan sering melakukan kegiatan pentas seni bernuansa Islami.
“Kami dahulu, ketika dilaksanakannya kongres (sekarang istilahnya muktamar-red) maka dilaksanakanlah berbagai kegiatan perlombaan dan berbagai pentas seni ke Islaman. Sehingga, dulu telah terbentuk Lesba yang menjadi pelaksan kegiatan Petas Seni,” ungkapnya.
“Sehingga terasa kemeriahan bagi warga Al Washliyah. Bahkan tidak hanya warga Al Washliyah saja melainkan warga lain bisa menikmatinya. Dimanapun dilaksanakan kongres maka untuk Sumatera utara tetap dilaksanakan berbagai kegiatan tersebut, sehingga warga Washliyah Sumut tetap mengikuti perkembangan Kongres,” paparnya.
Dengan suara bening dan dalam, Yahya Tanjung menuturkan, bagimana meriahnya Kongres Al Wasliyah ketika digelar di Porsea, Tapanuli Utara, Sumatera Utara. “Selama Kongres Al Washliyah, di Porsea lah saya paling terkesan,” katanya.
Sebab katanya, seluruh elemen masyarakat Porsea ketika itu terlibat saat pelaksanaan kongres tersebut. “Bahkan terlihat ratusan masyarakat melepas rombongan menaiki puluhan kapal yang penuh dengan bendera Al Washliyah,” katanya dengan mata yang berkaca-kaca.
“Saya kira, generasi Al Washliyah sekarang ini, harus dapat mengulangi sejarah itu. Agar warga Washliyah dapat merasakan dan memiliki Al Washliyah seutuhnya. Terus terang, saya yang telah senja ini, masih merindukan suasana kemeriahan kegiatan ketika muktamar, ketika menjadi pembina di kepanduan Al Washliyah dan suasana perkaderan Al-Washliyah baik di IPA maupun HIMMAH,” tutupnya dengan penuh kenangan dan harapan.
(hendra taher/gardo)
Biografi :
* SD di Medan Tahun 1954 sekaligus mengaji (kalau sekarang di sebut Madrasyah Ibtidaiyah) di Kedai Durian.
* Sekolah Guru B Tahun 1958
* Sekolah Guru A Tahun 1961
* Sarjana FKIP UISU Tahun 1969
Riwayat Organisasi:
* Tahun 1950 Mulai aktif membina di Kepanduan Al-Washliyah.
* Tahun 1957 Memimpin pasukan Kepanduan Al Washliyah sampai di leburnya menjadi Pramuka aktif dan menjabat sebagai Komisaris cabang pemula.
* Tahun 1961 Aktif di HIMMAH sekaligus aktif di HMI.
* Tahun 1978 Menjadi Wakil Ketua Umum ketika Muktamar di pekan Baru.
* Tahun 2010 sampai saat ini menjadi anggota dewan pertimbangan PB Al Washliyah dan masih menjadi pemateri dalam kegiatan perkaderan Al-Washliyah.