JAKARTA (Pos Kota) – Mantan Kepala Biro Hukum Komisi Pemilihan Umum (KPU), Nanik Suwarti mengatakan banyak partai politik (Parpol) semestinya tidak lolos verifikasi. Tidak hanya Golkar, PKS, PPP, dan Hanura, tapi masih banyak Parpol lainnya.
Hal tersebut terungkap di sidang yang digelar Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu terkait dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan tujuh komisioner Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, Kamis (18/4/2013).
Nanik mengutarakan, bahwa pada 23 Oktober 2012, 50 komputer di Hotel Borobudur untuk menginput seluruh data verifikasi partai politik diserahkan ke Kantor KPU. Saat itu juga dirinya dipecat oleh KPU atas sidang DKPP.
Belakangan diketahui bahwa pengumuman hasil verifikasi pada 25 Oktober untuk partai yang lolos administrasi kemudian diundur pada 28 Oktober 2013. Anehnya, sejumlah partai yang seharusnya tak lolos dinyatakan lolos.
“Bukan cuma empat sebetulnya. Kalau mau jujur lebih dari itu. Saya enggak pernah menyebutkan Golkar, PKS, Hanura dan PPP. Yang sebut itu para pengadu dan pelapor. Saya hanya jelaskan waktu verifikasi tanggal 23 (Oktober) itu,” ujar Nanik.
Pernyataan Nanik meluruskan pernyataan Bahtiar, kuasa hukum pengadu Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia yang menuding Nanik mengiyakan empat partai yang tak lolos harusnya Golkar, PPP, Hanura dan PKS.
Ia menegaskan, memang tak bisa membuktikan partai lain tak lolos verifikasi administrasi. Pasalanya, semua data ada di 50 komputer yang dibawa dari Borobudur ke KPU pada 23 Oktober 2012.
Apalagi, semua verifikator saat di Hotel Borobudur, termasuk dirinya, harus melepas jaket, melepas sepatu, dan dilarang membawa laptop ataupun membawa flasdisk. Ia memastikan semua data ada di komputer.
Selain Nanik, stafnya juga mengetahui ada banyak parpol tak lolos verifikasi. Mereka tidak berni mengungkapkan itu karena masih menjadi pegawai KPU, dan ini berbeda dengan dirinya yang sudah dipecat dan pensiun.
Dalam persidangan, PPPI memperlihatkan data hasil verifikasi berlogo KPU, yang menunjukkan empat partai yang disebutnya tak memenuhi syarat minimal 75 persen kepengurusan di tingkat kabupaten atau kota.
Ketua majelis pemeriksa Jimly Asshiddiqie, lalu bertanya kepada Bahtiar dari mana data yang ditunjukkan lewat slide diperoleh. Namun, Bahtiar merahasiakan pembocor data. Setelah ditanya terus, ia menuduh Nanik.
Terang saja Nanik tak menerima tuduhan Bahtiar. Ia mengaku sama sekali tak pernah tahu soal parpol yang tak lolos administrasi atau menyebut empat nama. Ia hanya menjelaskan terakhir kali melihat data pada 23 Oktober 2012. (gardo)