JAKARTA – Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas Indonesia (UI) mendukung langkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) memperbanyak jumlah calon anggota legislatif (Caleg) melalui pemenuhan kuota 30 persen partai politik (Parpol) di setiap daerah pemilihan (dapil) dan tingkatan. Akan tetapi Komisi II DPR ingin merevisi peraturan itu dengan alasan melampaui Undang-undang pemilu nomor 8 tahun 2012.
Direktur Puskapol UI, Sri Budi Eko Wardani mengatakan, dengan cara itu maka bisa meningkatkan peluang keterpilihan perempuan dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 mendatang.
“Mendukung penguatan penerapan kebijakan afirmatif dalam peraturan KPU yang sejalan dengan strategi memperbanyak jumlah caleg perempuan di setiap daerah pemilihan agar meningkatkan peluang keterpilihannya khusus di kabupaten atau kota,” katanya dalam siaran pers di Media Center KPU, Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (1/4/2013)
Sri mengatakan, pada Pemilu sebelumnya caleg perempuan cukup diperhitungkan dan mampu bersaing untuk dipilih oleh pemilih Indonesia, karenanya, di pesta demokrasi yang akan datang Puskapol UI meminta agar jumlah caleg perempuan ditambah.
Dari data Puskapol, pada tahun 2009, 16 juta pemilih memilih caleg perempuan. “Data mencatat bahwa dari 69 persen suara pemilih untuk caleg pada pemilu 2009, sejumlah 22.45 persen atau 26 juta suara diberikan untuk caleg perempuan,” ujar peneliti Puskapol UI, Anne Margret.
Potret keterpilihan perempuan di legislatif pada pemilu 2009 tergambar pada perolehan kursi di DPR dan DPRD. 103 kursi di DPR diduduki oleh perempuan dan ada 321 perempuan yang duduk di 33 DPRD provinsi. “1.857 kursi perempuan di 485 DPRD kabupaten dan kota,” katanya.
Dari data-data tersebut, Anne menyebutkan bahwa dengan memperbanyak jumlah caleg perempuan akan membuka peluang keterpilihannya di setiap daerah pemilihan.
“Porelahan suara caleg perempuan juga signifikan menambah perolehan suara partai politik di setiap daerah pemilihan,” paparnya.
Anne menyarankan setiap parpol melakukan langkah-langkah strategis untuk menjaring pemilih perempuan semisal dengan mengindentifikasi wilayah yang elektabilitas perempuannya lebih tinggi. “Penempatan caleg perempuan dalam daftar calon pada urutan dan wilayah potensial terpilih,” ucapnya. (gardo)