JAKARTA – Secara umum Fraksi Partai Demokrat (FPD) DPR menyetujui pemberlakukan kurikulum baru pada Juli 2013. Akan tetapi, ternyata ada anggaran sebesar Rp 1,1 triliun yang menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendiknas) dapat digunakan untuk kurikulum, sedangkan nomenklaturnya sendiri tidak mengatakan untuk kurikulum.
Anggaran tersebut dinamakan anggaran campuran atau masih jenerik, karena itu Komisi X DPR memberi kesempatan kepada Kemendikbud untuk melakukan konsultasi dengan BPKP terkait dengan anggaran kurikulum 2013 sehingga tidak terjadi permasalahan dikemudian hari.
Demikian dikatakan anggota Komisi X DPR dari FPD DPR Jefri Riwu Kore pada wartawan di Gedung DPR/MPR RI Jakarta, Selasa (26/3/2013).
Diakuinya, sampai saat ini memang masih ada keprihatinan dalam pelaksanaan kurikulum baru, yaitu apakah mampu disosialisasikan dalam tiga bulan ini. “Kita berharap bisa disosialisasikan dengan sungguh-sungguh oleh Kemendikbud,” tegasnya.
Dikatakan, jika Kemendikbud M. Nuh sudah memberikan keyakinan kepada Komisi X DPR, bahwa dalam waktu tiga bulan tersebut dapat melaksanakan sosialisasi kurikulum baru tersebut dengan tahapan-tahapan yang hampir pasti seratus persen sudah selesai.
“Persoalah utama adalah masalah anggaran yang dapat dikatagorikan ada tiga macam. Terdiri anggaran yang sudah disetujui DPR sekitar Rp 631 milyar, kemudian anggaran campuran yang jenerik sebesar Rp 1,1 triliun rupiah, dan anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp 700 milyar.
Khsusus dana Rp 1,1 triliun tersebut Komisi X DPR tidak mau terjebak dalam penggunaan anggaran yang tidak jelas dan akan menjadi masalah di kemudian hari misalnya anggaran sebesar Rp 1,1 triliun itu, ternyata salah dalam penggunaannya, walaupun Kemendikbud mengatakan anggaran tersebut sudah dibuat secara rinci dan dipergunakan sesuai dengan rinciannya,” ujar Jefri.
Menurut Jefri , tidak perlu dipertentangkan mengenai substansi kurikulum, sebab yang menjadi persoalan adalah pertanyaan masyarakat mengapa pelaksanannya terlalu cepat? Untuk itu masyarakat perlu diberi pemahaman bahwa kurikulum tidak secara spontan dilaksanakan. “Kurikulum baru 30 persen belum langsung seratus persen, sehingga tidak perlu dikhawatirkan secara berlebihan,” katanya. (gardo)