JAKARTA – Kumpul kebo alias satu rumah tanpa menikah kini sudah masuk dalam Rancangan KUHP yang mempidanakan pelakunya. Dipidanakannya kumpul kebo disambut baik oleh Anggota Komisi III Indra. Sebab KUHP menjadi cermin dan puncak peradaban suatu bangsa.
“Ini bagian dari hukum itu adalah cerminan dari budaya bangsa. Dan saya pikir kita semua sepakat, bahwa kumpul kebo dan perzinahan itu sesuatu yang tercela. Saya pikir budaya manapun, agama manapun, itu sepakat dengan hal itu,” kata Indra di gedung DPR-RI, Senayan, Jakarta. Kamis (21/3/2013).
Disebutkan dalam Pasal 485 Rancangan KUHP. Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan yang sah, dipidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana paling banyak Rp 30 juta . Hukuman ini bersifat alternatif yaitu hakim dapat memilih apakah dipidana atau didenda.
“Saya pikir klausul itu bisa menertibkan, dan meminimalisir, praktek-praktek seksual seperti itu. Perzinaan, pergaulan bebas, dan kumpul kebo” papar Indra.
Menurutnya, pasal ini akan mendorong kejelasan status untuk orang yang melakukan kumpul kebo. “Kalau memang sudah sama-sama suka kenapa tidak menikah”. Ujar Indra.
Pasal zina itu tertuang dalam pasal 483 RUU KUHP Bagian Keempat “Zina dan Perbuatan Cabul”. Bunyi pasal itu:
(1) Dipidana karena zina, dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun:
a. laki laki yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan yang bukan istrinya;
b. perempuan yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki laki yang bukan suaminya;
c. laki laki yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan, padahal diketahui bahwa perempuan tersebut berada dalam ikatan perkawinan;
d. perempuan yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki laki, padahal diketahui bahwa laki laki tersebut berada dalam ikatan perkawinan; atau
e. laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah melakukan persetubuhan.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami, istri, atau pihak ketiga yang tercemar.
(3) Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 28.
(4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai. (gardo)