JAKARTA – Demi menjaga kerukunan dan kesatuan bangsa, Kementerian Agama terus membangun kerukunan beragama. Sebab, kerukunan beragama merupakan pondasi kesatuan dan kerukunan bangsa.
Penegasan ini disampaikan Sekretaris Jenderal Kementerian Agama, Bahrul Hayat, ketika diwawancarai Kantor Berita Associated Press mengenai peran Kemenag dalam meminimalisir potensi konflik di Indonesia, di Jakarta.
“Yang dilakukan Kemenag adalah hal mendasar, tidak dalam pengertian per konflik, dan yang pertama adalah membangun kerukunan bangsa,” terang Bahrul.
Menurut Bahrul, pondasi dari kerukunan dan kesatuan bangsa adalah kerukunan beragama. Karenanya, sejak 2006, Kemenag bekerja keras untuk membangun Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). FKUB merupakan wadah masyarakat untuk mendialogkan setiap masalah yang ada melalui perwakilan dan para tokohnya.
“Hal mendasar yang ingin dibangun Kemenag adalah membangun suatu kesadaran masyarakat agar siap duduk bersama dalam menyelesaikan persoalan,” terang Bahrul.
Langkah kedua adalah menghidupkan kembali local wisdom di setiap daerah yang sejak dulu memiliki akar yang kuat dalam membangun kerukunan. “Setiap daerah mempunyai local wisdom sendiri dan Kementerian Agama mendorong agar ini dihidupkan kembali,” ujar Bahrul.
Bahrul mencontohkan di Maluku, ada local wisdom yang disebut GALAGADO. Sejak dulu, Galagado merupakan tradisi dengan kekuatan luar biasa yang bisa menyatukan seluruh elemen masyarakat Maluku hingga terlepas dari perbedaan. Kemenag sudah mengidentifikasi potensi semua daerah dan akan terus mendorong untuk dihidupkan kembali.
Lebih dari itu, lanjut Bahrul, Indonesia merupakan negara yang sangat lengkap dan kiranya tidak ada negara selengkap Indonesia. Indonesia mempunyai masjid besar (Islam), Borobudur (Buddha), Prambanan (Hindu), Katedral (Katolik). “Semua agama besar, kecuali Yahudi, mempunyai jejak di sini dan hidup rukun,” tegas Bahrul.
Langkah ketiga dari upaya Kemenag meminimalisir konflik adalah melalui aksi nyata, baik yang bertema umum maupun khusus, seperti program pendidikan multikultural bagi tokoh agama, pemuka agama, dan guru agama; termasuk juga aksi-aksi kemanusian. “Kita mempunyai kegiatan pemuda lintas agama yang melakukan sharing program dan penghijauan lingkungan. Kita memang harus bergerak dalam beberapa program aksi sebagai wujud bahwa kita bisa bekerja sama dengan berbagai pihak,” kata Bahrul.
Kemenag akan terus bekerjasama dengan berbagai organisasi masyarakat dan pihak lainnya, tidak hanya per kasus konflik, tapi dalam kerangka membangun semangat multikultural, membanguna kesadaran untuk hidup plural.
“Itu harus terus ditanamkan, baik melalui forum-forum studi, melalui pendidikan, maupun melalui local wisdom yang mereka miliki,” kata Bahrul.
Adapun langkah jangka pendek Kemenag dalam menyelesaikan kasus konflik yang terjadi: pertama, meminta Pemda untuk bekerjasama dengan seluruh ormas dan tokoh masyarakatuntuk melakukan cegah dini terhadap setiap kemungkinan yang terjadi. Selain itu, Kemenag juga mengajak semua pihak untuk menghindari tindakan anarkis. “Tindakan anarkis jangan dijadikan alasan apapun, sebab itu jelas merupakan pelanggaran hukum. Mari kita tegakkan hukum!” tutup Bahrul. (pinmas-kemenag/****)