ORMAS Islam terbesar di Sumatera Al Washliyah (Al Jamm’iyatul Washliyah, berdiri di Medan Sumut, 30 Nopember 1930 M/9 Rajab 1349 H) secara organisasi tegas bahwa aliran Ahmadiah (didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad Qadyan: 1888-1908) sudah melenceng dari tauhid umat Islam.
Sekitar tahun 1942 para pendiri ulama-ulama Al Washliyah seperti Hadhratus-Syekh Abdurrahman Syihab (Medan, 1910-1955), Hadhratus-Syekh Ismail Banda (Medan, 1910-1930), dan Hadhratus-Syekh Arsyad Thalib Lubis (Medan,1908-1972), sudah mengeluarkan fatwa terhadap ajaran-ajaran Ahmadiyah yang sudah dianggap keluar dari tauhid umat Islam yang sesungguhnya. Sejak masih belajar di Mesir Hadhratus-Syekh Ismail Banda banyak mengkritisi pesoalan-persoalan keagamaan, sosial, politik, ekonomi dan budaya yang terjadi di Indonesia. Penekanan beliau terhadap aliran-aliran atau kelompok-kelompok Islam boleh berbeda namun harus tetap dalam koridor tauhid Islam yang murni dan tidak menyimpang dari ajaran Islam yang sesungguhnya.
Begitu juga dengan ulama kharismatik Al Washliyah Hadhratus-Syekh Abdurrahman Syihab (Medan,1910-1955) dengan teori pembaruan dan pencerahan yang beliau telurkan “At Tasamuh Madrasah Al Ula; Toleransi adalah sentral pendidikan pertama dan utama” dari sejak tahun 1928 sudah beliau gerakkan di tanah air Indonesia ini.
Dapat diterimanya paham Muhammadiyah (yang gemar membid’ahkan, dengan alasan khurafat, takhayul, syirik, dll) masuk secara bertahap di Medan pada tahu 1929 oleh kalangan ulama tradisional yang kental dengan Madzhab Syafi’i adalah disebabkan manuver dan gerakan para pemikir para ulama-ulama Al Washliyah yang yang memiliki pemikiran muderat, terutama atas ide-ide pemikiran Hadhratus-Syekh Abdurrahman Syihab. Karena beliau berkeyakinan segala aliran, kelompok atau apapun idiologinya yang berbeda, selagi masih berpegang kepada Qur’an, Hadits, dan Ijma’ para ulama, hal itu adalah rahmat yang membawa kepada kemajuan umat Islam itu sendiri (Firman Allah: Fastabiqul Khairat; berlomba-lombalah dalam meraih kebaikan).
Oleh karena itu penamaan terhadap ormas Islam ini dengan Al Jam’iyatul Washliyah secara bahasa berarti “persatuan yang menghubungkan”. Secara filosofis makna Al Ja’iyatul Washliyah (Al Washliyah) adalah “kelompok atau organisasi yang meneggakan nilai-nilai Tasamuh (toleransi) terhadap berbagai perbedaan idiologi Madzhab Islam “ seperti Madzhab Hanafiyah (Imam Hanafi, Bagdad, 80-150 H), Malikiyah (Imam Malik, Madinah, 93-179 H), dan Hanabilah (Imam Ahmad bin Hanbal, Bagdad, 164-241 H), maupun Madzhab Islamiyah lainnya . Meskipun Al Washliyah lebih mengutamakan Madzhab Syafi’i dalam Fikih namun tetap men-Tarjih, Taqnin (Tadwin Al Qawanin; mengkodufikasi hukum Islam) dan memuqaranahkan Madzhab Islamiyah lainnya. Al Washliyah memandang keutamaan teori-teori Imam Syafi’i (lahir Ghaza Palestina, wafat Mesir, 150-204 H), karena memandang bahwa Madzhab Syafi’iyah secara filosofis adalah pilihan strategis sebagai pondasi dan kaidah dasar organisasi dalam mengintepretasikan khazanah keintelektualan, pemikiran, keilmuan dan pembaruan dalam pedekatan terhadap syari’at agama, politik, budaya, ekonomi, sosial, dakwah dan sebagai akar pondasi untuk meraih kecemerlangan Al Hadharah (Tamaddun; Civilization; peradaban) bangsa dan negara Indonesia yang kita cintai ini. Karya agung Imam Syafi’i “Ar Risalah” sebagai pencetus pertama tentang teori-teori filsafat Ushul Fikih adalah merupakan gerbong Hermeneutika Imam Syafi’i terhadap nilai-nilai Syari’ah (Qur’an dan Hadits) yang akan terus berkembang setiap masa dan zaman. Dari sinilah terinspirasi pembaruan-pembaruan dalam pemikiran Islam sesudah beliau wafat sampai periode pemikir Islam modern sekarang.
Namun apa yang terjadi dengan aliran Ahmadiyah para ulama Al Washliyah sepakat tidak memberi ruang terhadap ajara-ajarannya yang telah menyimpang. Dimana aliran dan kelompok Ahmadiyah dari sejak kemunculannya di Indonesia tertutup, tidak mau berdialog dengan kejujuran. Bersifat ekslusif dari kelompok organisasi Islam lainnya. Merasa kelompok mereka yang lebih benar dari golongan lainnya. Banyak khittah dan ajarannya yang menyimpang dari dasar-dasar tauhid Islam secara Ijma’ ulama.
Riak, pengaruh dan gejolak Ahmadiah periode awal kemerdekaan Indonesia kurang mendapat perhatian dikalangan mayoritas masyarakat Islam ketika itu, karena masa itu aliran Ahmadiyah masih tergolong kecil dan belum menjamur, namun para politisi dan pejabat mereka sudah ada tampil dipemerintahan bahkan ada yang pernah menjabat diinstansi Depertemen Agama Republik Indonesia.
Aliran Ahmadiyah
Mirza Ghulam Ahmad Qadyan (Punjab India : 1888-1908) memiliki dua anak laki-laki sebagai penerus ajaran beliau yaitu Nuruddin dan Mirza Basyir Ahmad. Aliran Ahmadiyah secara resmi berdiri pada tahun 1900. Akidah pokok yang melenceng dari aliran Ahmadiyah terhadap tauhid Islam ada beberapa poin penting yaitu : mengenai wahyu, Kenabian, tentang Nabi Isa dan Jihad. Intepretasi dan keyakinan dari ajaran aliran yang mereka yakini sudah keluar dari Ijma’ ulama Islam dunia. Bahkan Syi’ahpun sangat tegas menentang terhadap keyakinan yang diajarkan oleh aliran Ahmadiyah tersebut.
Dr. Musthafa Syuk’ah (kitab: Islam Bila Madzahib) melansir penyesatan ajaran Ahmadiyah diantaranya adalah, kelompok Ahmadiyah Qadyan meyakini Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang Nabi yang diutus, maka bagi yang tidak beriman kepada keyakinan mereka ini adalah orang-orang kafir. Namun ada diantara kelompok mereka juga meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad bukan seorang Nabi melainkan hanya seorang wali Allah, bahkan kebanyakan mereka menganggap lebih dari seorang wali, sehingga mereka meyakini Mirza Ghulam Ahmad sama kedudukannya dengan para Nabi–Nabi yang lain.
Mirza Ghulam Ahmad meyakini kuburan Nabi Isa (a.s) berada di Srinagar Kasymir. Beliau mengatakan Nabi Isa pergi hijrah ke Kasymir disebabkan lari dari kejaran orang-orang Yahudi karena ingin disalib. Akhirnya Nabi Isa lari ke Srinagar Kasymir dan menetap disana selama seratrus duapuluh tahun lamanya sampai beliau wafat. Mirza Ghulam Ahmad tidak dapat memberikan dalil pembuktian yang akurat baik secara ilmiyah ataupun syari’at, ketika beliau ditanya : “Apa dasar anda mengatakan kuburan Nabi Isa berada di Srinagar Kasymir”, beliau menjawab hanya mengatakan : “itulah yang benar dan itulah yang saya yakini”.
Pada saat yang berbeda pula Mirza Ghulam Ahmad mendakwahkan dirinya sebagai Imam Mahdi diutus sebagai pembaru Islam. Beliau meyakini umatnya dengan sebuah Hadits : “Innallaha Yab’atsu Lihadzihi Ummati Kullu Miatin Sanah Rajulan Yujaddidu Laha Amrun Dinuha; Sesungguhnya Allah akan mengutus kepada umat ini setiap seratus tauhun seorang laki-laki sebagai pembaru tentang urusan agamanya ”, beliau mengintepretasikan seorang laki-laki pembaru dalam urusan agama dalam Hadits tersebut adalah beliau sendiri.
Sedangkan keyakinan Ahmadiyah yang tidak dapat ditolirir oleh umat Islam adalah mereka aliran Ahmadiyah meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang Nabi sama dengan Nabi-Nabi lainnya yang Allah Swt utus kedunia ini. Jika siapa saja manusia yang tidak mengikut ajaran, pemikiran dan keyakinan bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah Nabi maka mereka semua adalah Kafir.
Ini sekilas contoh penyesatan dalam keyakinan dan ajaran yang diyakini oleh aliran Ahmadiyah. Banyak lagi penyesatan –penyesatan ayat-ayat Qur’an dalam penafsiran dan keyakinan yang mereka kembangkan lewat buku-buku yang menjadi rujukan mereka yang dianggap mu’tabar seperti : Barahin Al Ahmadiyah, Anwar Al Islam, Nur Al Haq, Haqiqah Al Wahyu, Tuhfah An Nadwah, Syahadah Al Qur’an, dan Tabligh Risalat.
Pembelaan Ahmadiyah
Pembelaan Jamaah Ahmadiyah terhadap organisasi yang dijalankannya di Indonesia perlu di kritisi secara serius apakah ini hanya gombal atau manuver politik untuk melanggengkan keberadaan ajaran mereka di Indonesia. Karena aliran Ahmadiyah sudah lama menyebar keseluruh dunia. Bahkan gerkan Ahmadiyah di Teluk seperti di Emerat Arab Republik memiliki basis yang luas sampai menerobos negara-negara Arab lainnya, bahkan sampai ke Mesir. Diantaranya percetakan, buku-buku aliran Ahmadiyah, CD dan majalah-majalah tentang pemahaman mereka sudah saya temukan di Mesir sejak tahun 1999.
Adapun pembelaan organisasi Ahmadiyah dengan pernyataan tertulis yang dikeluarkan oleh Media Suara Islam (Hal: 13, Edisi 37, tanggal 1-14 Februari 2008 M/ 23 Muharram-6 Shafar 1429H) sebagai berikut : (1) Kami warga jamaat Ahmadiyah sejak semula meyakini dan mengucap duakalimasyahadat sebagaimana yang diajarkan oleh yang mulia Nabi Muhammad Rasulullah Saw yaitu : “Asyhadu alla ila haillallah Wa-asyhadu anna muhammadarrasulullah; Aku bersaksi bahwaa tiada tuhan selain Allah dan Aku bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad adalah Rasulullah.” (2) Sejak semula kami warga Jamaat Ahmadiyah meyakini bahwa Muhammad Rasulullah adalah khatamun-nabiyyin (Nabi penutup).(3) Diantara keyakinan kami bahwa Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang guru, mursyid, pembawa berita dan peringatan serta pengemban mubasysyirat, pendiri dan pemimpin jemaat Ahmadiyah yang bertugas memperkuat dakwah dan syi’ar Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. (4) Untuk memperjelas bahwa Kata Rasulullah dalam 10 syarat bai’at yang harus dibaca oleh setiap calon anggota jemaat Ahmadiyah bahwa yang dimaksud adalah Nabi Muhammad Saw, maka kami mencantumkan kata Muhammad didepan kata Rasulullah. (5) Kami warga Ahmadiyah meyakini bahwa tidak ada wahyu syari’at setelah Al-Qur’anul Karim yang diturunkan kepada Nabi Muhammad. Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad Saw adalah sumber ajaran Islam yang kami pedomani.(6) Buku Tadzkirah bukanlah kitab suci Ahmadiyah, melainkan catatan pengalaman rohani Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad yang dikumpulkan dan dibukukan serta diberi nama Tadzkirah oleh pengikutnya pada 1935, yakni 27 tahun setelah beliau wafat (1908).
(7) Kami warga jemaat Ahmadiyah tidak pernah dan tidak mengkafirkan orang Islam diluar Ahmadiyah, baik dengan kata maupun perbuatan.(8) Kami warga jemaat Ahmadiyah tidak pernah dan tidak akan menyebut Mesjid yang kami bangun dengan nama Mesjid Ahmadiyah.(9) Kami menyatakan bahwa setiap mesjid yang dibangun dan dikelola oleh jemaat Ahmadiyah selalu terbuka untuk seluruh umat Islam dari golongan manapun. (10) Kami warga jemaat Ahmadiyah sebagai muslim melakukan pencatatan perkawinan dikantor Urusan Agama dan mendaftarkan perkara perceraian dan perkara lainnya berkenaan dengan itu ke kantor Pengadilan Agama sesuai dengan undang-undang. (11) Kami warga jemaat Ahmadiyah akan terus meningkatkan silaturahim dan bekerja sama dengan seluruh kelompok/ golongan umat Islam dan masyarakat dalam perkhidmatan sosial kemasyarakatan untuk kemajuan Islam, bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). (12) Dengan penjelasan ini, kami pengurus besar Jemaat Ahmadiyah Indonesia mengharapkan agar warga jemaat Ahmadiyah khususnya dan umat Islam umumnya serta masyarakat Indonesia dapat memahaminya dengan semangat ukhuwah Islamiyah, serta persatuan dan kesatuan bangsa.
Pengakuan di atas perlu didialogkan dengan kesungguhan, serius dan kejujuran oleh para tokoh mereka (Ahmadiyah) terhadap tokoh-tokoh Islam di Indonesia agar kerancuan dan keputusan pemerintah terhadap keberadaan organisasi Ahmadiyah di Indonesia akan menjadi tepat sasaran dan tidak menjadi polemik yang berkepanjangan. Secara kebangsaan dan kemanusiaan mereka orang-orang Ahmadiyah memiliki hak sebagaimana hak warga negara lainnya. Maka pemerintah wajib pula untuk melindungi atas dasar konstitusi dan undang-undang dasar 1945.
Haram Berbuat Anarkis
Islam sangat tegas mengharamkan terhadap perlakuan anarkhis, apalagi perbuatan kekerasan mengatas namakan agama. Banyak sekali ayat-ayat Qur’an menekankan tentang hidayah, toleransi, dialog dengan benar dan dialong dengan kesabaran, memuliakan manusia, dan kesabaran terhadap prilaku orang-orang yang menyimpang dari ajaran Syari’ah Islam, diantaranya adalah :
1.QS. Yunus [10] : 40-44 (Di antara mereka ada orang-orang yang beriman kepada Al Quran, dan di antaranya ada (pula) orang-orang yang tidak beriman kepadanya. Tuhanmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang berbuat kerusakan. Jika mereka mendustakan kamu, maka katakanlah: “Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. Kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan akupun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan”.Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkanmu. Apakah kamu dapat menjadikan orang-orang tuli itu mendengar walaupun mereka tidak mengerti. Dan di antara mereka ada orang yang melihat kepadamu, apakah dapat kamu memberi petunjuk kepada orang-orang yang buta, walaupun mereka tidak dapat memperhatikan. Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri )
2.QS. Al ‘Ashr [103] : 2-3 (Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.)
3.QS. An Nisa’ [4] : 93 (Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.)
4.QS. Al Qashash [28] : 56 (Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.)
5.QS. Al An’am [6] : 108 (Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.)
Jika kita renungkan salah satu ayat di atas (QS. Al An’am [6]: 108) mencela atau mengolok-olok sembahan keyakinan orang lain saja haram hukumnya, apa lagi sampai kita berbuat anarkis ingin menegakkan kebenaran mengatasnamakan agama, maka ini sangat tegas syari’ah Islam mengharamkannya.
Islam sangat menjunjung tinggi perbedaan dan toleransi, menghormati dan menghargai satu sama lain. Keagungan sejarah dan peradaban Islam tempo dulu dari Masa Rasulullah Saw, Khulafaurrasyidin sampai kepada khilafah Islamiyah Utsmaniyah Turki bahwa umat Islam telah tercatat dalam sejarah sebagai orang-orang yang cinta damai, toleransi, saling memaafkan, namun tegas terhadap orang-orang yang berbuat kezaliman dan kemungkaran. Ketegasan Islam bukan berbuat secara individu atau kelompok dengan cara sendiri-sendiri dengan kekerasan, tapi ketegasan yang sesungguhnya adalah menerapkan peraturan, undang-undang dan hukum dengan tegas, tidak tebang pilih, jujur, adil dan benar tidak memarjinalkan nilai-nilai kemanusiaan dan kebenaran itu sendiri juga harus memandang kemaslahatan umat dan bangsa yang bermartabat dan terhormat.
Pintu dialog (Hiwar; Muhadatsah; Mubahatsah, Munaqasyah; Dialogue, Discussion, Argumentation) dalam Islam penekanan kepada tujuan daripada hakikat Washiyat atau berwasiat sesama manusia dengan cara metodologi Mau’izhah (Sermon; Preachment, Exhortation) yaitu menasehati dengan bijak dan Ahsan (Afdhal, Ajwad, Ajmal; Better; Finer; Superior; Preferable; Nicer, Lovelier, more Beautiful; More Splendid) yaitu dialog dengan cara-cara yang ilegan, terbaik, dibangun dengan rasa cinta dan bersahabat. Dialog bukan dengan kekerasan, pemaksaan, intimidasi, kriminalisasi atau apa saja yang dapat merusak dan melanggar hak asasi manusia. Karena sesungguhnya Allah Swt memuliakan umat manusia lebih dari segala makhluk ciptaan-Nya yang ada di alam ini (Firman Allah: Innal Insana Fi Ahsani Taqwim; Sesungguhnya manusia itu adalah sebaik-baik ciptaan Allah Swt) ayat lain menyebutkan (Wa Karramallahu Bani Adam; Allah memuliakan seluruh umat manusia [anak Adam]), manusia didalam ayat ini artinya tidak membedakan suku, negara, bangsa, keyakinan, warna kulit dan agamanya.
Kesimpulan
Kegagalan-kegagalan yang kita lihat di Indonesia terhadap toleransi beragama, kesenjangan sosial, hukum, politik, lemahnya pemberantasan mafia hukum, koropsi, keterpurukan ekonomi rakyat, dll di Indonesia sampai saat ini menunjukkan betapa rendahnya mental aparat penegak hukum di negeri ini. Pemerintah dan aparatnya terutama kepala negara bertanggung jawab penuh, konflik dan kesenjangan yang berkepanjangan tidak pernah usai yang terjadi di negeri ini. Apakah kita mau menyelesaikan persoalan bangsa ini dengan serius atau tidak..!.
Revormasi tidak hanya sebagai simbol untuk kita tetap langgeng mempertahankan kekuasaan, pangkat dan jabatan. Revormasi akan meminta pertanggung jawaban kepada siapa saja pemimpin bangsa ini. Apakah rakyat dan segenap persoalan kebangsaan sudah tertata dengan baik, bijak dan terhormat. Bangsa yang besar tidak hanya terkutat dengan simbol-simbol jumlah penduduk yang banyak, sumber daya alam yang melimpah ruah, namun akal, pikiran dan hak-hak rakyatnya ternodai, tergadai dengan kepentingan yang menjijikkan oleh para pemimpin dan kelompok-kelompok tertentu. Tirani politik mendulang nestapa terkutat dengan perdebatan demi perdebatan yang tak kunjung selesai oleh para pemangku jabatan negeri ini. Setiap hari Media masa, baik cetak maupun Media masa elektronik menyuguhkan polemik kenistaan sosial, budaya, ekonomi, informasi, dan politik dihadapan lambung-lambung rakyat yang kelaparan.
Mata rakyat saat ini sudah lesu, darah sudah kering, urat nadi sudah kempis dan urat saraf sudah terbaring kaku antara hidup dengan akal normal atau mati gila seperti bangkai yang tak berharga. Ironis jika sosok pemimpin negeri ini sudah kehilangan jiwa ketegasan, lamban dalam menyikapi, menyelesaikan persoalan bangsa, hanya mengedepankan pencitraan. Seluruh persoalan, kejadian dan peristiwa negeri ini patah tumbuh hilang berganti namun tak kunjung selesai. Kita lihat kasus Century dan mafia pajak sudah menjadi batu nisan yang berdiri tegak di atas tanah yang tidak ada mayat didalamnya, sehingga terlepas dari pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir.
Do’a, pemikiran dan peran para ulama, tokoh, politikus, budayawan, seniman, tekhnokrat dan ilmuan senantiasa penuh harap. Airmata para syuhada pahlawan bangsa ini sudah kering menunggu perubahan reformasi negeri ini yang bermartabat, tegas, jujur dan adil. Bilakah berakhir penderitaan TKW pekerja rumah tangga dan buruh yang telantar berserakan di negeri orang dapat berakhir, demi devisa APBN meningkat, tidak peduli harga diri bangsa, muru’ah dan martabat bangsa terinjak-injak laksana budak merintih dari jeratan belenggu tuannya.
Kerinduan rakyat Indonesia semoga menjadi hamparan yang terbentang luas dalam wilayah kesatuan NKRI, bahwa bangsa ini akan berubah. Sehingga dapat terwujud menjadi impian kenyataan yang sesungguhnya, bukan selogan, kempanye dan gombal belaka.
Penulis- KH. Ovied.R
(Sekretaris Dewan Fatwa Al Washliyah & Direktur Lembaga Riset Timur Tengah Malaysia)