JAKARTA – Maraknya pelaksaan pemilihan kepala daerah di negeri ini menjadi perhatian khusus bagi Al Jam’iyatul Washliyah (Al Washliyah). Yang menjadi perhatian utama bagi ormas Islam ini adalah maraknya penggunaan uang dalam meraih kursi nomor satu dan dua di berbagai daerah.
Terkait hal tersebut, Dewan Fatwa Al Washliyah mengeluarkan fatwa haram hukumnya menyuap dan menerima suap dalam proses pemilihan kepala daerah (Pilkada). Fatwa tersebut disampaikan langsung Sekretaris Dewan Fatwa Al Washliyah KH. Mustafa Abdul Azis, Lc.
Menurutnya, fatwa tersebut dikeluarkan para ulama Al Washliyah pada saat Muktamar XX Al Washliyah 23-25 April di Asrama Haji pondok Gede Jakarta. “Dewan Fatwa telah mengeluarkan fatwa haram bagi para penyuap dan penerima suap dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada). Penggunaan uang dalam setiap momen Pilkada bukanlah hal yang asing bagi Indonesia. Hampir semua kandidat kepala daerah selalu menyiapkan “gizi” yang banyak agar dirinya dipilih masyarakat. Hal itu haram hukumnya,” jelasnya.
Fatwa ini, menurut Dewan Fatwa Al Washliyah, dikeluarkan untuk memberikan penjelasan kepada calon kepala daerah dan para pemilih untuk tidak terlibat dalam politik uang. Namun bila para calon tersebut berniat untuk bersedekah atau berhibah maka itu diperbolehkan. “Bila niatnya bersedekah maka boleh-boleh saja. Jadi semua itu tergantung niatnya,” jelas ulama lulusan Kairo, Mesir ini.
Diungkapkannya, saat ini struktur dewan Fatwa Al Washliyah diisi para ulama yang kompeten dan menguasai dalam beberapa bidang ilmu agama. “Ada yang mengusai ilmu tafsir, fiqih, Hadits dan lainnya. Jadi bukan orang yang hanya bisa ceramah atau bisa khutbah saja yang masuk di lembaga ini,” ujat Mustafa.
Hal ini katanya, karena lembaga fatwa nanti akan selalu merujuk kepada Al-Qur’an, Hadits, Ushul Fiqih dan ilmu alat lainnya. Selain itu dalam mengambil sebuah keputusan hukum pasti akan terjadi perdebatan di dalam sidang-sidang dewan fatwa. Sehingga perlu rujukan-rujukan dari kitab-kitab yang benar.
(razvi/es)