spot_img
BerandaDunia islamAdakah Larangan Membaca Talbiyah Bagi yang Tidak Berhaji dan Tempat Awal Bolehnya...

Adakah Larangan Membaca Talbiyah Bagi yang Tidak Berhaji dan Tempat Awal Bolehnya Shalat Qashar

Pertanyaan :
Assalamu’alaikum. Pak Kiyai yang terhormat. Saya mau bertanya, bagaimana hukum yang sebenarnya, bahwa saya pernah melihat dari You Tube pernyataan Prof.DR.KH.Ramli Abdul Wahid, Lc, MA (Direktur Program Pascasarjana UIN-Sumut) menerangkan dalam acara Muzakarah Ilmiyah di MUI Medan (bulan Ramadhan sekitar tahun 2012) bahwa tidak ada dasarnya seseorang atau tidak boleh membaca Talbiyah (Labbaik Allahumma Labbaik..) bagi yang tidak melaksanakan Ibadah Haji dan diluar pada hari ‘Arafah.

Karena ada kebiasaan di masyarakat kita ucapan Talbiyah dibaca oleh Ustaz-ustaz atau Jema’ah hendak mau berangkat ke Makkah atau dibaca dalam do’a-do’a dimana saja dalam majelis ta’lim. Dan beliau juga mengatakan bahwa shalat Qashar (Jama’) tidak boleh dilakukan bagi yang hendak musafir dirumahnya jika belum meninggalkan kampungnya. Ustaz tersebut mengatakan tidak ada dasar dan kitab rujukannya (perbuatan tersebut adalah Bid’ah). Kepada Pak Kiyai mohon penjelasannya. Wassalam dari Drs.Ustaz H.Wahyudi Ramadhan, MA – Amplas Medan-Sumut.

Jawaban:

Hukum Mengucap Talbiyah
Bacaan Talbiyah bersumber dari Abdullah bin Umar, sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah Saw adalah sebagai berikut,
عن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما ، أن التلبية رسول الله صلى الله عليه وسلم : لبيك اللهم لبيك ، لبيك لا شريك لك لبيك ، إن الحمد و النعمة لك و الملك لا شريك لك . (ص: ١٢٦/المرشيد للحج و العمرة و الزيارة على المذاهب الأربعة/عبد الله عبد القادر عزور)

Bacaan Talbiyah bagi orang yang sedang mengerjakan ibadah Umrah atau Haji pada hari ‘Arafah menurut mayoritas ulama Ahlussunnah Waljama’ah (Imam Hanafi, Imam Syafi’I, dan Imam Ahmad bin Hanbal) adalah “Sunnah”, sedangkan menurut Madzhab Imam Malik hukumnya adalah “Wajib”. Ucapan talbiyah adalah merupakan do’a syi’ar untuk haji dan umrah. Menurut Ibnu Abdul Bar, berkata sebagian Jama’ah ahli Ilmu: “Makna talbiyah adalah jawaban panggilan (seruan) Nabi Ibrahim a.s ketika menyeru manusia (umatnya) untuk menunaikan ibadah haji” (Nail Alawthar-As-Syaukani)

Lantas bolehkan seseorang yang tidak melaksanakan umrah atau ibadah haji pada hari ‘Arafah tidak boleh membacanya..? Tidak disyari’atkan membaca talbiyah diluar ibadah haji, namun jika membaca talbiyah niatnya adalah sebagai do’a maka hukumnya adalah “Sunnah (Mustahabbah)”, diantara ulama yang membolehkannya adalah Ubaid bin Umair, Muhammad bin Almunkadir dan banyak para ulama Tasawuf yang mengamalkan talbiyah sebagai do’a diluar ibadah haji, bahkan digunakan sebagai munajat do’a yang terus menerus dalam thariqah tasawuf. Lihat halaman 27, 80, 83 dan 89 dalam kitab “AL-BIDAYAH-Quthuf Asasah Hammah min Rasail Arkan Da’wah At-Thariqah Almuhammadiyah As-Syaziliyah As-Salafiyah As-Syar’iyah Lissalik Ilallah fi Sabili Khidmat An-Nafs wa Al-Ahli wa Addin wa Alwathan-Dustur Al-Ikhwah Fillah/1418H/1998M Cairo Mesir” Oleh Fadhilah As-Syeikh Ar-Raid As-Said Muhammad Zaki Ibrahim Imam Thariqah ‘Asyirah Muhammadiyah As-Syaziliyah Cairo Mesir.

Bolehnya ucapan talbiyah dijadikan sebagai do’a atau munajat sehari-hari dalam dzikir adalah merujuk sebagaimana yang terdapat didalam Hadis Rasulullah Saw yang bersumber dari Jabir r.a dan diriwayatkan oleh Albaihaqi sebagai berikut,
عن جابر أن النبي صلى الله عليه وسلم قرأ : وإذا سألك عبادي عني فإني قريب أجيب دعوة الداع إذا دعان فليستجيبوا لي و ليؤمنوا بي لعلهم يرشدون ، ثم قال صلى الله عليه وسلم : لبيك اللهم لبيك ، لبيك لا شريك لك لبيك ، إن الحمد و النعمة لك و الملك لا شريك لك. (رواه البيهقي عن جابر رضي الله عنه ، ص : ٩٨ / البداية – لفضيلة السيد محمد زكي إبراهيم إمام الطريقة العشيرة المحمدية الشاذلية السلفية الشرعية – بالقاهرة)
Dari Jabir r.a bahwasannya ketika Rasulullah Saw membaca (ayat alqur’an tentang do’a),
وإذا سألك عبادي عني فإني قريب أجيب دعوة الداع إذا دعان فليستجيبوا لي و ليؤمنوا بي لعلهم يرشدون (البقرة [٢] : ١٨٦)
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran (QS. Albaqarah [2] : 186). Kemudian Rasulullah Saw melanjutkan dengan membaca do’a (dengan lafazh talbiyah): لبيك اللهم لبيك ، لبيك لا شريك لك لبيك ، إن الحمد و النعمة لك و الملك لا شريك لك (HR. Albaihaqi, bersumber dari Jabir r.a)

Maka dengan demikian dari keterangan Hadis sebagaimana di atas, ini merupakan sebagai kaidah yang tidak ada perbedaan (dikalangan para ulama), bahwa bolehnya ucapan talbiyah sebagai do’a. Dengan demikian jika ucapan talbiyah niatnya adalah sebagai do’a boleh diucapkan dimana saja, baik dalam majelis ta’lim, majelis dzikir, munajat, dll (lihat hal, 98 Albidayah- Syeikh As-Said Muhammad Zaki Ibrahim Imam Thariqah ‘Asyirah Muhammadiyah As-Syaziliyah Cairo Mesir)

Tempat Awal Bolehnya Shalat Jama’ Qashar

Para ulama berbeda pendapat tentang awal bolehnya bagi orang yang hendak musafir melakukan shalat Qashar atau Jama’ dirumahnya sebelum berangkat atau keluar dari kampungnya. Perbedaan ini berawal dari memahami ayat Alqur’an sebagaimana berikut,

وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي اْلأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تُقْصِرُوا مِنَ الصَّلاَةِ إِنْ خِفْتُمْ أَن يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا إِنَّ الْكَافِرِينَ كَانُوا لَكُمْ عَدُوًّا مُبِينًا {النسآء [٤] : ١٠١}

“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu men-qashar[343] sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu” (QS. An-Nisa’ [4] : 101)

Kalimat sebagaimana ayat Alqur’an di atas yang berbunyi: “وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي اْلأَرْضِ ; dan apabila kamu bepergian di muka bumi “ para ulama berpendapat sebagai berikut,
1. Madzhab Imam Syafi’I, Al Auza’I dan Ishaq belum dikatakan niat musafir sampai ia pergi meninggalkan atau keluar dari rumah kampungnya (negerinya). Pendapat ini juga disepakati oleh ahlul’ilmi. [Mughni Syarhul Kabir oleh Ibnu Qudamah, hal, 547-550, Juz, 2]. Dan pendapat ini pula menjadi kesepakatan oleh para ahli Fikih, lihat hal, 1346-1347/Juz: 2-Alfiqhul Islami Wa-adillatuuhu Oleh Prof.DR. Wahbah Dzuhaili.
2. Diriwayatkan oleh Mujahid: “jika keluar musafir pada siang hari, maka tidak boleh mengqashar shalat pada hari itu kecuali telah sampai waktu malam, begitu juga sebaliknya yaitu jika musafir pada malam hari tadak boleh mengqashar shalat sebelum datangnya waktu subuh”. Lihat hal, 549, Juz, 2 Almughni Syarhul Kabir Oleh Ibnu Qudamah.
3. Diperbolehkan mengqashar shalat bagi siapa saja yang sudah berniat untuk musafir melakukan shalat qashar atau Jama’ meskipun masih berada di kampungnya (negerinya) atau dirumahnya. Pendapat ini dibolehkan oleh ‘Atha’ dan Sulaiman bin Musa, lihat dalam Kitan Mughni Syarhul Kabir oleh Ibnu Qudamah, hal, 547-550. Teks Arabnya sebagai berikut,
وحكي ذلك عن عطاء و سليمان بن موسى أنهما أباحا القصر في البلد لمن نوى السفر، وعن الحارث بن ربيعة أنه أراد سفرا فصلى بهم في منزله ركعتين و فيهم الأسود بن يزيد وغيره من أصحاب عبد الله، وروي عبيد بن جبير قال: ركبت مع أبي بصرة الغفاري في سفينة من الفسطاط في شير رمضان فدفع ثم قرب غداه فلم تجاوز البيوت حتى دعا بالسفرة ثم قال : إقترب قلت ألست ترى البيوت ؟ قال أبو بصرة : أترغب عن سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم فأكل. (رواه أبو داود ، وقال الألباني : صحيح) (ص : ٥٤٧-٥٥٠/ ج : ٢ / المغنى و الشرح الكبير لإبن قدامة)
Imam Bukhari berkata: “Ketika Imam Ali keluar (musafir), beliau melakukan shalat Qashar, sedangkan dia masih dapat melihat rumahnya” (lihat kitab Almughni As-Syarhul Kabir Ibnu Qudamah, hal, 549, Juz, 2)

Dari keterangan dan pendapat para ulama di atas, maka pendapat yang kuat adalah pendapat jumhur ulama yang mengatakan tidak boleh mengqashar shalat jika belum keluar dari rumah kampungnya (negerinya). Sedangkan yang membolehkan mengqashar shalat di rumahnya jika sudah berniat musafir adalah pendapat yang minoritas (lemah [Dha’if; ضعيف]).

Namun untuk keadaan dharurat dan dalam keadaan terpaksa maka pendapat yang membolehkan shalat qashar dirumah meskipun belum meninggalkan negerinya selagi sudah berniat untuk musafir, maka diperbolehkan. Sebagaimana kaidah para ulama Ushul Fikih mengatakan,
يجوز الإفتاء بالقول الضعيف للضرورة تيسيرا على الناس .
“Boleh difatwakan pendapat yang lemah, jika sebab keadaan dharurat (terpaksa) untuk memudahkan urusan umat” (hal, 75, Juz, 1, Alfiqhul Islami Wa-Adillatuhu Oleh Prof,DR.Wahbah Dzuhaili).
Wallahua’lam Bis-shawab

Penulis adalah Wakil Ketua Dewan Fatwa Al Washliyah Periode 2015-2020. Sekretaris Majelis Masyaikh Dewan Fatwa Al Washliyah Periode 2015-2020, Guru Tafsir Alqur’an/Fikih Perbandingan Madzhab Majelis Ta’lim Jakarta & Direktur Lembaga Riset Arab dan Timur Tengah [di Malaysia] Hp: 0813.824.972.35. Email: dewanfatwa_alwashliyah@yahoo.com

About Author

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Most Popular

Recent Comments

KakekHijrah「✔ ᵛᵉʳᶦᶠᶦᵉᵈ 」 pada Nonton Film Porno Tertolak Sholat dan Do’anya Selama 40 Hari
KakekHijrah「✔ ᵛᵉʳᶦᶠᶦᵉᵈ 」 pada Nonton Film Porno Tertolak Sholat dan Do’anya Selama 40 Hari
KakekHijrah「✔ ᵛᵉʳᶦᶠᶦᵉᵈ 」 pada Nonton Film Porno Tertolak Sholat dan Do’anya Selama 40 Hari
M. Najib Wafirur Rizqi pada Kemenag Terbitkan Al-Quran Braille